Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Apa Pantas Berharap Syurga?

بسم الله الرحمن الرحيم

mode :: muhasabah
harap dapat dimanfaatkan bersama ~


Solat dhuha cuma dua rakaat, qiyamullail (tahajjud) juga hanya dua rakaat, itu pun sambil mengantuk. Sholat lima waktu? Sudahlah jarang di masjid, pilih pun ayat pendek-pendek saja agar lekas selesai. Tanpa doa, dan segala macam puji untuk Allah, terlipatlah sejadah yang baru saja terbentang itu. Lupa pula dengan solat rawatib sebelum maupun sesudah solat wajib. Satu lagi, belum lagi dilihat dari segi ‘melambatkan solat’. Dengan solat sebegini, mengaku ahli ibadah?

Padahal Rasulullah dan para sahabat sentiasa mengisi malam-malam mereka dengan derai tangis memohon ampunan kepada Allah. Tak jarang kaki-kaki mereka bengkak oleh kerana terlalu lama berdiri dalam khusyuknya. Kalimat-kalimat pujian dan pinta tersusun indah mengharapkan redha Allah Taala. Ketika azan berkumandang, segera para sahabat meninggalkan semua aktiviti2 menuju sumber panggilan, kemudian waktu demi waktu mereka habiskan untuk bersimpuh di atas sejadah-sejadah penuh titisan air mata.

جنة المؤمن في محراب


Baca Qur'an sesempatnya, itu pun tanpa memahami erti dan maknanya, apalagi meresapi hikmah yang terkandung di dalamnya. Ayat-ayat yang mengalir dari lidah ini tak sedikit pun membuat dada ini bergetar, padahal tanda-tanda orang beriman itu adalah ketika dibacakan ayat-ayat Allah maka tergetarlah hatinya. Hanya satu dua lembar ayat yang sempat dibaca sehari, itu pun tidak rutin. Kadang lupa, kadang sibuk, kadang malas. Yang begini mengaku beriman?

Tidak sedikit dari sahabat Rasulullah yang menahan nafas mereka untuk menahan getar yang menderu saat membaca ayat-ayat Allah. Sesekali mereka berhenti, tak melanjutkan bacaan ketika mencuba menggali makna terdalam dari sebaris kalimat Allah yang baru saja dibacanya. Tak jarang mereka hiasi mushaf di tangan mereka dengan titis air mata. Setiap titis yang akan menjadi saksi di hadapan Allah kelak…


Bersedekah jarang, begitu juga infak. Kalau pun ada, dipilih mata wang terkecil yang ada di dompet. Syukur-syukur kalau ada duit pecah. Berbuat baik juga jarang, kalau ada pun masa program khidmat masyarakat, ikut meramaikan. Sudah lah jarang beramal, amal yang paling mudah pun masih sukar, senyum. Apa susahnya senyum? Kalau seperti ini, masih berharap Kebaikan dan Kasih Allah?

Rasulullah alaihissalam adalah manusia yang paling dirindui, senyum indahnya, tutur lembutnya, belai kasih dan perhatiannya, juga pembelaannya bukan semata milik Khadijah, Aisyah, dan isteri-isteri beliau yang lain. Juga bukan semata teruntuk Fatimah dan anak-anak Rasulullah lainnya. Baginda sentiasa penuh kasih dan tulus terhadap semua yang dijumpainya, bahkan kepada musuhnya sekali pun. Baginda juga mengajarkan para sahabat untuk berlumba beramal soleh, berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya.


Setiap hari ribut dengan jiran tetangga. Kalau bukan sebelah kanan, ya tetangga sebelah kiri. Seringkali masalahnya cuma hal kecil dan remeh temeh, tapi permusuhan berlangsung berhari-hari, kalau perlu ditambah sumpah tujuh turunan. Waktu demi waktu dihabiskan untuk membuka aib dan keburukan saudara sendiri. Detik demi detik dada ini terus dengki setiap kali melihat hasil orang dan berharap orang lain celaka atau mendapatkan bencana. Adakah berhak hati yang seperti ini bertemu dengan Allah dan Rasulullah kelak?

Syurga Allah dijanjikan untuk meraka yang dicintai Allah. Menikmati nikmat yang dijanjikan, dengan segala yang tidak dapat dibayangkan manusia. Tentu saja mereka yang berkesempatan hanyalah yang baik hati dan akhlaknya. Tak inginkah kita menjadi sebahagian kelompok yang dicintai Allah itu? Lalu kenapa masih terus bermuka masam terhadap saudara sendiri?


Dengan adik tidak akur, kepada kakak tidak hormat. Terhadap orang tua kurang ajar, sering membantah, sering membuat kesal hati mereka, apatah lagi mendoakan mereka, mungkin tidak pernah. Padahal mereka tak mengharapkan apa pun selain sifat ramah penuh kasih dari anak-anak yang telah mereka besarkan dengan segenap cinta. Cinta yang berhias peluh, air mata, juga darah. Orang-orang seperti kita ini, apakah pantas berharap syurga Allah?

Dari redha orang tua lah, redha Allah diraih. Bukankah Rasulullah yang sejak kecil yatim memerintahkan untuk berbakti kepada ibubapa. Bukankah seharusnya kita lebih bersyukur saat masih mendapati tangan lembut untuk dikucup, kaki mulia tempat bersimpuh, dan wajah teduh yang menyejukkan mata? Kerana begitu banyak orang-orang yang tak lagi mendapatkan kesempatan itu. Ataukah harus menunggu Allah memanggil orang-orang terkasih itu hingga kita baru merasa benar-benar mengharapkan kehadiran mereka?

Jangan tunggu penyesalan.
Jangan tunggu penyesalan.
Jangan tunggu penyesalan.

Astaghfirullaah ...

1 comments:

  1. Anonymous says

    assalamualaikum..

    1. adus.. saket seh.. ade yg mmg kene tepat seh..

    2. nice.. suke post ni..

    3. selamat maju jaye..

    ^_^"